Aku berdiri memandang. pijar pandanganku telah menyentuh mereka, pepohonan disebuah ladang bergerak tiba-tiba, meninggalkan tempat asalnya dan berbaris dalam batalion dengan ranting-rantingnya untuk berperang melawan Emir dan tentaranya. batang-batangnya menumbangkan dinding-dinding biara diatas kepala para rahib.
aku berdiri menatap, menatap manisnya rasa kasih dan pahitnya kedukaan yang tumpah keluar dari pusara-pusara yang baru. pusara seorang anak muda yang menembus hidupnya untuk melindungi kehormatan seorang gadis suci dan lemah danmenyelamatkannya dari cengkraman serigala yang kelaparan
mereka memenggal kepalanya sebagai tebusan sebuah keberanian. Gadis itu telah menyarungkan pedangnya di dalam pusara sebagai tanda yang menceritakan secara sederhana dibawah mentari tentang perjalanan takdir manusia di tanah yang bergelora ketidakadilan dan kebodohan berkuasa.
Setelah matahari tenggelam dalam senja, seakan-akan letih memperhatikan manusia dan segan menerima nasib yang menindas mereka. malam mulai menganyam sebuah tudung yang lembut dan benang-benang kegelapan dan keheningan. Kuangkat mataku kepuncak langit dan ku bentangkan lenganku ke arah pusara-pusara dan simbol-simbol diatanya. Dengan suara yang keras aku menangis, "Ini pedangmu, oh... keberanian. ia tersarung kedalam tanah. Ini Bungamu, oh Cinta.... Api telah menghanguskannya.
EmoticonEmoticon